Tentang Konsep Sumbu Filosofi Jogja, yang Diajukan Sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO

Bakpia Mutiara Jogja – Sumbu Filosofi Jogja diajukan sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO. Pada tanggal 23 hingga 25 Agustus 2022, tim dari UNESCO mendatangi Yogyakarta untuk melakukan pengecekan terhadap sumbu filosofi.

Proses pengajuan sumbu filosofi Jogja sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO sebenarnya sudah dilakukan sejak 2014 silam. Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur DIY menyampaikan, perjalanan pengajuan sumbu filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia telah memasuki tahap evaluasi.

Lalu tim UNESCO akan melanjutkan proses pengajuan tersebut ke hadapan sidang anggota UNESCO yang dihadiri oleh perwakilan dari 22 negara. Lantas, sebenarnya apa itu sumbu filosofi Jogja?

Jadi, Sumbu filosofi Jogja adalah sumbu imajiner yang menyerupai garis lurus yang ditarik dari Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih (Tugu Golong-gilig).

Sumbu ini dirancang bukan tanpa alasan. Sultan Hamengku Buwana I sebagai pelopor pembangunan kota Yogyakarta, menyelipkan filosofi yang sangat dalam di setiap gagasan penataan kota yang ia cetuskan.

Kota Yogyakarta membentang dari utara ke selatan dengan Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya. Di sisi utara keraton terdapat Tugu Golong-gilig (Pal Putih), sedangkan di sisi selatan keraton terdapat Panggung Krapyak. Keberadaan ketiga bangunan ini akan tampak terhubung satu sama lain melalui sebuah sumbu imajiner yang disebut sebagai Sumbu Filosofi Jogja.

Secara simbolis sumbu filosofi Jogja melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Sang Pencipta, hubungan manusia dengan sesama manusia hingga hubungan manusia dengan alam semesta.

Hubungan manusia dengan alam semesta juga merangkum hubungan manusia dengan lima elemen pembentuk alam semesta yaitu api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta), dan angkasa (ether).

Posisi dan letak Tugu Pal Putih, Keraton, dan Panggung Krapyak juga menyimpan makna yang mendalam. Keberadaan Tugu Pal Putih, Keraton, dan Panggung Krapyak sesungguhnya mewakili gambaran siklus hidup dalam falsafah Jawa “Sangkan Paraning Dumadi” yang dimaknai sebagai asal dan tujuan hidup manusia.

Mengutip laman kratonjogja.id, perjalanan dari Panggung Krapyak menuju keraton mewakili peristiwa awal kelahiran dari rahim hingga beranjak dewasa. Sedangkan perjalanan dari Tugu Pal Putih menuju ke keraton mewakili peristiwa perjalanan manusia menuju Penciptanya.

Demikian ulasan mengenai Sumbu Filosofi Jogja yang menarik untuk diketahui sejarahnya. Jadi, apakah kamu sudah pernah menyambangi spot-spot yang masuk dalam daftar Sumbu Filosofi Jogja?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *